Rabu, 09 November 2011

divide et impera


Divide et impera? Apakah kita akan membahas sejarah pendudukan Belanda? Bukan, kita justru akan belajar Biologi!

Kita mungkin masih ingat sewaktu sekolah dulu ada salah satu topik mata pelajaran Biologi yang berkaitan dengan penggolongan atau pembagian jenis makhluk hidup. Kita mungkin ingat dengan nama Carolus Linnaeus, seorang naturalis Swedia yang berusaha mengelompokkan semua biota yang hidup di bumi baik di atas daratan maupun di kedalaman laut menurut persamaan dan perbedaan karakteristik yang dimiliki oleh makhluk hidup tersebut dibandingkan dengan makhluk hidup lain. Sebagai contoh semua hewan yang memiliki karakteristik menyusui dikelompokkan dalam Mamalia. Tingkat penggolongan makhluk hidup mulai dari yang tertinggi Domain, kemudian Kingdom, lalu Filum (untuk hewan) atau Divisi (untuk tumbuhan), Kelas, Ordo, Famili, Genus, dan akhirnya Spesies.


Penamaan ilmiah makhluk hidup mengambil 2 tingkat klasifikasi terbawah, yakni genus dan spesies. Seperti contoh kita manusia memiliki nama ilmiah Homo sapiens. Pengklasifikasian ini dikenal dengan istilah taksonomi, berasal dari kata Yunani taxis yang berarti untuk mengelompokkan dan nomos yang berarti aturan. Carolus Linnaeus kemudian dikenal sebagai bapak taksonomi modern.


Lalu bagaimana dengan konten informasi yang ada di dalam suatu institusi/perusahaan? Apakah perlu diklasifikasi seperti ini? Tentu saja. Seperti halnya makhluk hidup, konten informasi dalam suatu perusahaan memiliki banyak keragaman. Yang paling mudah dilihat adalah formatnya, ada yang berbentuk teks, gambar, dokumen atau multimedia. Namun sesuai namanya, yang dilihat adalah konten/isinya, bukan formatnya. Sebagai contoh dokumen SOP untuk pengajuan cuti, dokumen teknis instalasi mail server, dan dokumen laporan keuangan, kesemuanya bisa saja memiliki tipe yang sama yakni dokumen MS Word atau PDF, namun pasti memiliki isi, tujuan dan pengguna yang berbeda. Mirip dengan pengklasifikasian buku perpustakaan, yang tidak digolongkan menurut ukuran buku atau apakah hard cover atau soft cover, namun berdasarkan isinya.

Taksonomi dalam konteks ECM (enterprise content management) sebenarnya adalah penciptaan struktur organisasi dari konten informasi perusahaan, yang sedikit banyak akan mengacu pada struktur organisasi perusahaan itu sendiri. Misalkan dalam suatu perusahaan terdapat divisi HR, IT, dan Finance maka dalam implementasi portal sebagai ECM akan mengelompokkan konten informasi ke dalam ketiga kelompok tersebut. Secara struktural, portal akan memiliki 3 sub portal, masing-masing untuk setiap divisi, dan jika melihat contoh ketiga dokumen pada uraian sebelumnya, maka dokumen SOP akan masuk ke sub portal divisi HR, dokemen teknis mail server ke sub portal IT, dan dokumen laporan keuangan ke sub portal Finance. Ini adalah model taksonomi yang paling mudah dan gamblang.


Selain mengikuti struktur organisasi, pada perusahaan yang lebih bersifat lintas fungsional dimana aktivitas banyak bersifat project lintas divisi, maka taksonomi dapat juga dilakukan berdasarkan project. Jika lokasi perusahaan tersebar di beberapa lokasi, taksonomi dapat berdasarkan lokasi/cabang. Perusahaan manufaktur yang memproduksi sejumlah produk dapat menambahkan taksonomi menurut produk. 


Pada intinya, taksonomi harus dirancang sesuai dengan kebutuhan pengguna dan selaras dengan aspek anatomis/struktural dan fungsional dari perusahaan. Taksonomi yang tepat akan membawa manfaat yang besar, di antaranya kemudahan dalam menemukan informasi yang dibutuhkan, menempatkan informasi dalam konteks, dan menciptakan relasi antar informasi tersebut. Jika ini sudah tercapai, informasi dapat bertransformasi menjadi apa yang disebut sebagai knowledge (pengetahuan). Dan seperti pepatah mengatakan: Knowledge is power. Pengetahuan adalah kekuatan, yang akan membedakan perusahaan terdepan dari kompetitor di belakangnya.

Selasa, 01 November 2011

jawara berkolaborasi

Kolaborasi berarti bekerja bersama. Lingkungan pekerjaan individual, dimana tidak ada orang yang dapat ikut serta dalam pekerjaan seorang karyawan, digantikan oleh kebutuhan dan tuntutan untuk menciptakan lingkungan kerja kolaboratif. Karyawan harus dapat bekerja sama, mengkomunikasikan ide antara karyawan, saling memberikan umpan balik, memainkan peran dalam sejumlah alur kerja proses bisnis bersama-sama karyawan lain untuk mencapai tujuan tertentu. Karyawan harus dapat saling berbagi pengetahuan, and perusahaan/institusi harus dapat mensarikan lautan pengetahuan dari seluruh karyawan ke dalam pengetahuan organisasi yang sangat berharga. Pengetahuan/knowledge adalah aset sejati dari organisasi yang memberikan keunggulan kompetitif (competitive advantage) kepada organisasi tersebut, yang pada akhirnya akan menjadikan organisasi tersebut organisasi yang gesit (agile).

Portal intranet, menurut definisi dari Wikipedia, adalah gerbang yang menyatukan akses bagi seluruh informasi dan aplikasi perusahaan dalam jaringan lokal intranet. Sementara itu portal korporat didefinisikan sebagai kerangka kerja (framework) untuk mengintegrasikan seluruh informasi, orang dan proses yang berada dalam lingkup suatu perusahaan. Saat ini hampir semua pemain IT besar (seperti Microsoft, IBM, SAP dan Oracle) memiliki solusi portal. Di samping itu ada juga sejumlah solusi yang dikembangkan vendor2 yang lebih kecil, baik komersial maupun open source. Teknologi portal ini, yang pada dasarnya meliputi manajemen dokumen/konten/pengetahuan, fitur komunitas seperti forum diskusi dan blog, dan juga proses bisnis atau workflow, dapat membantu perusahaan/institusi untuk menciptakan lingkungan kerja bersifat kolaboratif.

Tapi teknologi tidak dapat bekerja sendiri. Ada dua faktor utama lainnya: orang dan proses. Untuk dapat menciptakan lingkungan dimana orang memiliki keinginan atau bahkan antusias untuk berkolaborasi dengan orang lain, dan dimana proses bisnis yang melibatkan banyak peran yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan dapat berjalan, organisasi harus mentransformasikan budayanya menjadi budaya kolaboratif. Organisasi yang bersifat command and control, dengan tingkat power distance yang besar antara anggotanya, tidak lagi dapat diteruskan. Ini tidak berarti harus mengubah struktur organisasi menjadi flat. Tetap akan ada atasan dan bawahan, manajer dan staf, pemimpin dan pengikut, tetapi menumbuhkan budaya kolaboratif mensyaratkan semua orang untuk berpikir dirinya sebagai bagian dari tim. Tidak boleh hanya ada satu superhero dalam sebuah organisasi, setiap orang seharusnya menjadi pahlawan, bekerja bersama untuk menciptakan sebuah superteam yang dashyat.

 jagoan berkolaborasi

transforma apa?

transformabler = transformation enabler

karena IT di abad 21 tidak lagi melulu soal perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), dan jaringan (network). IT harus dapat menjadi strategic enabler bagi transformasi atau perubahan baik dalam aspek organisasi maupun aspek bisnis dari suatu perusahaan/institusi.

wah wah wah !!!